Kamis, 28 Juni 2012

Ketika Sistem Moneter Runtuh


Setelah jerman kalah dalam Perang Dunia II, uang di negara tersebut menjadi hampir tidak berguna karena selain adanya tekanan inflasi yang sangat kuat, pihak yang menang perang menerapkan pengendalian harga yang sangat ketat. Karena harga ditetapkan jauh dibawah tingkat yang dianggap wajar oleh masyarakat, maka penjual tidak lagi menerima pembayaran dalam bentuk uang, sehingga muncullah barter. Para ahli memperkirakan bahwa karena tidak adanya alat pertukaran yang memadai, perekonomian Jerman hanya memproduksi output setengah dari yang seharusnya dapat diproduksi apabila sistem moneter dalam kondisi baik. Keajaiban ekonomi yang terjadi di Jerman setelah tahun 1948 dapat dianggap terutama akibat negara tersebut mengadopsi sistem moneter yang baik.
Uang menjadi sangat langka selama abad ke-19 di Brazil karena adanya kelangkaan tembaga. Transaksi yang menggunakan uang menjadi sulit karena uang logam dari tembaga tidak dapat lagi dicetak dan orang lebih cenderung menimbun uang logam tembaga tersebut daripada menggunakannya untuk bertransaksi. Beberapa pedagang dan pemilik restoran menerbitkan voucher yang dapt ditukarkan dengan barang atau jasa. Voucher tersebut beredar sebagai uang sampai munculnya lagi uang logam tembaga. Demikian juga, orang yang menghadapi kelangkaan uang pada masa awal kolonisasi Amerika membuat catatan rinci tentang  peminjam dan pinjamannya.
Sebagai contoh, Panama adalah suatu negara di Amerika Tengah yang menggunakan dolar Amerika sebagai alat pertukaran. Pada tahun 1998, karena ada tuduhan bahwa pemimpin Panam terlibat dalam perdagangan obat bius, Amerika Serikat membekukan aset milik Panama di Amerika Serikat. Hal tersebut mendatangkan kepanikan di Panam sehingga para deposan menarik dananya dar Bank; bank terpaksa tutup selama sembilan minggu. Dolar ditimbun sehingga orang terpaksa melakukan barter. Karena barter jauh kurang efisien dibandingkan sistem moneter yang bekerja dengan baik, GDP Panama dilaporkan merosot sebesar 30% pada tahu 1998.
Di Rusia, hiperinflasi rubel, setelah pecahnya Uni Soviet, meningkatkan permintaan Rusia terhadap mata uang kuat, terutama dolar. Seorang pejabat Bank Sentral Rusia memperkirakan bahwa pada tahun 1995 nilai dolar di Rusia melebihi nilai rubel. Dalam kaitannya dengan hukum Gresham, orang Rusia lebih suka untuk menggunakan rubel dalam perdagangan, dan menimbun dolar yang dimiliki.

Sumber : William A. Mc Eachern, Ekonomi Makro, Pendekatan Kontemporer Salemba Empat. 2000

Tidak ada komentar:

Posting Komentar