Minggu, 22 Mei 2011

Otonomi Daerah di Indonesia

Otonomi Daerah di Indonesia
Otonomi daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi . Di Indonesia Otonomi Daerah bila dilihat dari sudut pandang daerah nya, pemerintah pusat menganggap bahwa pemekaran daerah yang selama ini dijalankan ternyata telah membebani anggaran negara. Sebab semakin banyak daerah yang melakukan pemekaran, semakin tinggi pula anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah. Menteri Dalam Negeri (Gamawan Fauzi) menjelaskan, makin tingginya beban anggaran negara disebabkan pemekaran suatu daerah berdampak langsung pada penambahan anggaran baru dari mobil dinas, pembangunan kantor aparatur, hingga biaya operasional. Pemekaran daerah dimaksudkan untuk memperbaiki layanan publik serta kesejahteraan rakyat. Namun kenyataannya pemekaran justru dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan pribadi. Adapun hasil dari otonomi daerah di Indonesia sampai sekarang ini dinilai bahwa pelaksanaannya secara keseluruhan sudah cukup baik dan menggembirakan.Berdasarkan data dari tahun 1999 daerah pemekaran yang sukses dan berhasil mencapai 58 daerah, kemudian yang bernilai sedang 54 daerah, yang gagal 8 daerah, dan yang tidak dinilai tiga daerah. Dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah ini cukup berhasil meski tidak semuanya.
Sedangkan bila dilihat dari sudut pandang pemerintah pusat, daerah menganggap bahwa pemerintah pusat dinilai kurang maksimal melibatkan pemerintah daerah (pemda) dalam menjalankan program nasional, khususnya terkait penanggulangan kemiskinan. Akibatnya, otonomi daerah yang sangat luas berhenti di tataran pemda atau tidak pernah sampai pada masyarakat. Banyak studi yang menyatakan pendekatan sentralistik telah gagal memberikan dampak manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Otonomi luas yang tidak diarahkan juga membuat kesejahteraan rakyat tidak tercapai. Pemerintah harus lebih konsisten memberikan penguatan kepada daerah, termasuk mengikutsertakan daerah dalam penyusunan konsep dan desain program penanggulangan kemiskinan. Maka upaya pengerusutamaan pemberdayaan masyarakat dapat di jalankan secara menyatu dalam proses  prencanaan pembangunan daerah. Pemerintah telah meluncurkan berbagai program penanggulangan kemiskinan seperti PNPM Mandiri sejak tahun 2007. Program ini diarahkan untuk mempercepat pencapaian indikator Millenium Development Goals (MDG’s). Hingga kini belum terlihat perbedaan penekanan atau prioritas terhadap daerah yang status pencapaiannya di bawah rata-rata nasional dengan daerah yang cukup berhasil mencapai indikator MDG’s. “DALAM Report on The Achievement of MDG’s Goals Indonesia 2010 tercatat hanya 16 provinsi dari 33 provinsi di Indonesia yang dinilai mampu mencapai target. Pelibatan daerah secara penuh dalam program penanggulangan kemiskinan di perlukan. Artinya pemberdayaan masyarakat harus diletakkan di dalam upaya pembangunan daerah. Implikasi dari pandangan ini adalah perlunya mengganti istilah penanggulangan kemiskinan menjadi pemberdayaan masyarakat. Maka,esensi muatan desentralisasi urusan, pendekatan partisipasif, kapasitas pelayanan publik, akuntabilitas hasil capaian pembangunan, serta kesinambungan program secara formal dapat dilekatkan kepada peran dan tanggungjawab daerah (kabupaten/kota) sebagai daerah otonom. Dalam pelaksanaan pemerintah pusat harus mulai melepaskan intervensi PNPM Mandiri, namun tetap memastikan target capaian pada  2015 bersamaan dengan target pencapaian MDG’s. Apapun situasinya, pemerintah harus menetapkan komitmen kebijakannya untuk melapaskan bidang urusan pemberdayaan masyarakat kepada daerah (kabupaten/kota).

Sumber:  
http://Id.shvoong.com/law-and-politics/political-philosopy/2062077-pengertian-otonomi-daerah/
Seputar Indonesia, selasa 15 Maret 2011 hal.12
Seputar Indonesia, senin 25 April 2011 hal.13

www.gunadarma.ac.id


Tidak ada komentar:

Posting Komentar